Halaman

Cari Blog Ini

Kamis, 31 Desember 2009

hukum pers

DEFINISI WARTAWAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wartawan adalah orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat di surat kabar, majalah, radio, dan televisi; wartawan juga disebut juru warta atau jurnalis. Lebih spesifik, ada juga yang disebut wartawan foto untuk khusus yang mencari berita dalam bentuk/medium foto. Wartawan cetak yani wartawan pencari berita untuk media cetak. Wartawan lepas, yang tidak menjadi staf tetap salah satu surat kabar, tetapi hanya menyumbangkan tulisan mewakili beberapa penerbitan pers.
Jadi intinya, wartawan terkait dengan berita. Lantas apa sih berita itu? Secara singkat kita bisa definisikan berita merupakan laporan atas sebuah fakta (peristiwa nyata). Jadi wartawan adalah pelapor fakta melalui media massa, baik cetak maupun elektronik, baik media konvensional maupun media online.
Diera teknologi komunikasi dan informasi yang serba canggih seperti sekarang, definisi wartawan mengalamai perluasan makna. Hal ini, seiring pula dengan semakin beraneka ragamnya jenis media massa yang ada. Kini, tidak hanya media cetak seperti majalah, Koran, tabloid, bulletin dan sejenisnya ataupun media elektronik seperti Radio Siaran dan Televisi, namun keberadaan Website/Situs, Weblog/Blog menambah ruang publik untuk menyebarkan fakta-fakta yang ada. Bahkan, keberadaan situs pertemanan seperti Friendster dan Facebook dkk pun sudah bisa dikatakan media massa. Perhatikan misalnya pada aneka fitur seperti status, catatan dll yang ada di Facebook dimana orang bisa menyampaikan atau melaporkan sebuah kejadian dengan mudahnya kepada khalayak umum. Ya, berdasarkan hal itulah maka di era sekarang ini setiap orang bisa menjadi wartawan, dalam arti khusus yakni orang-orang yang memiliki akses terhadap ruang-ruang publik yang memungkinkan dirinya menyampaikan informasi kepada khalayak luas.
Bagaimana gossip, tulisan fiksi (non fakta), opini dan sejenisnya yang bukan fakta? Apakah penulisnya juga disebut wartawan? Jika beranjak pada pengertian wartawan yakni sebagai pewarta berita/fakta, maka jawabannya adalah bukan. Oleh karena itu, maka ada juga yang disebut sastrawan, kolumnis (penulis kolom/opini) dan bahkan gossipers (tukang gossip). Jadi, sekarang semuanya tentunya kembali pada tiap individu. Dengan berbagai fasilitas yang ada, khususnya di ranah online/internet, banyak hal yang bisa dimanfaatkan, termasuk menjalani profesi sebagai wartawan, kolumnis, blogger (orang yang mengelola blog) atau bahkan gossiper. Yang pasti, terlepas dari keuntungan secara materi, ada sisi-sisi kenikmatan tersendiri yang harganya mahal (tak ter-uangkan), ketika ketika menyampaikan sebuah informasi, pengetahuan dan hal-hal positif kepada orang lain, minimal unek-unek akan tersalurkan dengan positif.

EFEKTIFITAS PERAN PERS DALAM MENUNJANG
PEMAJUAN DAN PERLINDUNGAN HAM

AMANDEMEN UUD-45, terutama Amandemen Kedua yang disahkan tanggal 18 Agustus 2000 oleh Sidang Tahunan MPR - RI mengandung arti yang sangat penting dan strategis bagi peningkatan efektivitas peran pers dalam menunjang dan pemajuan serta perlindungan Hak-hak Asasi Manusia (HAM). Dibanding sebelum amandemen, mengingat muatan HAM sangat minim dalam konstitusi proklamasi itu menyebabkan kontrol pers dalam menegakkan HAM sangat terbatas. Lagi pula peran pers dalam menegakkan HAM waktu itu menjadi sangat dilematis karena sejumlah muatan UUD-45 sendiri menimbulkan multi interpretasi mengenai HAM. Apabila kita mengacu kepada ketentuan UUD-45 sebelum amandemen, maka berdasarkan Penjelasan hanya ketentuan Pasal 27, 30 dan 31 ayat ( 1 ) yang merupakan hak-hak warga negara. Seperti diketahui, ketentuan Pasal 27 UUD-45 adalah mengenai kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, Pasal 30 mengenai pembelaan negara dan Pasal 31 ayat (1) mengenai hak mendapat pengajaran. Dengan demikian tidak heran apabila ada pendapat yang mengatakan hanya ada tiga pasal dalam UUD-45 yang menyinggung masalah HAM. Penafsiran seperti itu jelas menyulitkan pers dalam mengefektitkan perannyamenegakkan HAM. Sebab sebenarnya pengertian HAM sudah barang tentulah tidak hanya terbatas kepada kesamaan kedudukan dalam hukum, pembelaan negara dan mendapatkan pengajaran saja. Karena ruang lingkup HAM jauh lebih luas dari itu. Akan tetapi kembali di dalam Penjelasan UUD-45 (sebelum amandemen) ditegaskan bahwa ketentuan pasal 28, 29 ayat (1) dan 34 UUD-45, hanyalah mengenai kedudukanpenduduk.
Dengan kata lain, ketentuan mengenai bak berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, Ketuhanan Yang Maha Esa serta fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara, tidak termasuk HAM. Sebab dalam penjelasan pasal-pasal itu hanya dikatakan, pasal-pasal, baik yang hanya mengenai warga negara maupun yang mengenai seluruh penduduk membuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangunkan negara yang bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan perikemanusiaan.

KEWAJIBAN PERS
Filosof Irlandia Edmurk Burk, meyakini bahwa pers sesungguhnya bisa berperan besar sebagai “Majelis ke-empat”, melengkapi tiga institusi negara dalam teori “trias politica” milik Montesqiue. Ia menyebutkan sebagai “The Fourt Estate” (Majelis ke-empat) artinya kedudukan pers sejajar dengan lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif. Sama halnya dengan penghargaan yang diberikan oleh Thomas Jeferson, Presiden ke-3 Amerika Serikat kepada pers dalam perannya pada sebuah Negara. Untuk mewujudkan posisi ideal yang diharapkan oleh dua orang tokoh di atas, maka mewujudkan pers bebas adalah suatu kemustian. Pers bebas yang dimaksud adalah pers yang merdeka dalam menjalankan aktifitasnya tanpa intervensi dari penguasa, independent dan objektif dalam pemberitaannya.
Lebih jauh dari itu, pers bebas juga sebagai bagian dari hak asasi manusia. Dia dikategorikan sebagai bagian dari Personal Right yaitu hak-hak pribadi yang mendasar seperti kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak dan lainnya
Tentang “hak asasi pers” ini dalam konstitusi negara kita, hak seseorang atau sekelompok orang untuk menerima, mencari, mengolah dan menyampaikan informasi (pokok aktifitas seorang wartawan) dijamin dengan pasal 28, pasal 28F (terkhusus) dan pasal 28G UUD 1945. Pers bebas dalam konteks bernegara (apalagi di negara yang demokratis ini), pers diperlukan sesuai fungsi dan posisinya. Beberapa fungsi dan posisi pers dalam konteks bernegara diantaranya pressure, sebagai kontrol sosial bahkan sebagai oposisi yang mengawasi pemerintah dengan pejabatnya. Begitu juga pada sisi lain pers adalah sarana untuk menyebarkan informasi, hiburan, ilmu pengetahuan, tekhnologi dan sebagai sarana komunikasi. Secara sosial, Karni Ilyas menyebut pers sebagai ceminan masyarakat. Karena sering memberitakan mereka yang biasa termarjinal, pers adalah “penyambung lidah” mereka. Setidak-tidaknya gambaran itulah yang diharapkan oleh Amartya Sen (Beliaupernah menulis artikel untuk majalah TEMPO, “apa gunanya kebebasan pers”).
Seperti dikatakan sebelumnya, pers bebas adalah sebagai suatu keharusan guna untuk menjamin salah-satu hak asasi manusia yang ada. Namun, “hak asasi pers” itu tentu juga ada pengaturannya. Tidak ada kebebasan yang benar-benar bebas dan yang ada hanya hak saja, karena dengan demikian sama juga dengan hukum rimba. Disamping adanya hak asasi, mesti kita ingat juga dengan kewajiban asasi. Jika pada hak, kita sebut “hak asasi pers” maka pada kewajiban, kita sebut “kewajiban asasi pers” yaitu suatu keharusan sikap oleh wartawan dalam profesinya untuk menghormati “hak asasi pers” yang ada secara aktif dan pasif.