Halaman

Cari Blog Ini

Selasa, 22 Juni 2010

komunikasi massa

Wayang, riwayatmu kini...
Di antara banyak kesenian tradisional, wayang merupakan salah satu warisan budaya yang masih digemari sampai saat ini. Wayang merupakan gambaran kehidupan manusia dan di dalam pertunjukkan wayang terdapat pelajaran dan pendidikan tentang kebenaran. Namun sangat disayangkan, karena esensi nilai pertunjukan wayang sekarang sudah tergeser, yang pada mulanya wayang adalah tontonan sekaligus tuntunan, sekarang hanya bisa menjadi tontonan. Wayang sebenarnya merupakan budaya India yang kemudian diadaptasi menjadi budaya Indonesia. Adaptasi disini hanyalah merupakan adaptasi bahasa semata, sedang untuk cerita dan tokoh-tokoh di dalamnya kurang lebih masih sama. Tokoh-tokoh yang ada dalam wayang merupakan representasi dari karakter-karakter manusia sekarang. Sehingga cerita dalam pewayangan pun juga sekitar kehidupan manusia. Seperti perwatakan kepemimpinan yang digambarkan tokoh Kresna, tokoh itu menunjukkan orang yang mempunyai tujuan hidup dunia dan akhirat yang imbang. Kresna juga merupakan tauladan seorang pemimpin yang patut ditiru dari sifatnya yang arif, bijaksana, pembela kebenaran dan memiliki pembawaan yang penuh wibawa.
Kaitannya dengan karakter seorang pemimpin dalam pewayangan dan karakter pemimpin saat ini sangatlah berlawanan, tokoh pemimpin dalam pewayangan yang menggambarkan pemimpin sekarang adalah Dasamuka, seorang pemimpin kerajaan Ngalengka ini mempunyai watak murka, hal ini tidak jauh dengan karakter kebanyakan pemimpin sekarang yang murka dan banyak korupsi harta rakyat. Padahal banyak karakter pemimpin wayang yang bisa dicontoh, seperti karakter yang direpresentasikan oleh tokoh Kresna.
Seni pewayangan masih eksis pada saat ini, meskipun keberadaannya sedikit tergeser oleh budaya lain, tapi masih ada akar-akar yang kuat dari budaya wayang yang ada dalam masyarakat, terutama masyarakat Jawa. Sehingga, perlu adanya suatu program pelestarian budaya khususnya budaya seni pewayangan agar keberadaannya terus eksis dan tidak semakin tergeser. Menyangkut hal ini, sebenarnya langkah yang dilakukan oleh pemerintah khususnya pemerintah kota solo yang telah sukses membangkitkan kembali minat masyarakat terhadap seni batik dengan program Batik Carnival beberapa waktu lalu itu merupakan langkah yang tepat untuk menyelamatkan eksistensi budaya sendiri. Sehingga, bukan tidak mungkin pemerintah juga membangkitkan minat masyarakat terhadap seni pewayangan asal caranya tepat.
Kajian Komunikasi Massa
Media massa dalam aktifitasnya dapat berfungsi sebagai penyedia tempat bagi budaya Nasional untuk kembali diapresiasi oleh khalayaknya. Budaya daerah yang tadinya telah atau hampir kehilangan tempat di hati masyarakatnya, kembali menemukan tempat apresiasinya di media massa. Sebagai contoh, pagelaran wayang golek atau wayang kulit yang sarat dengan makna yang digelar di pesta-pesta adat Sunda maupun Jawa, kini harus bersaing dengan orkes dangdut, organ tunggal yang lebih meriah dan atraktif sekalipun pada aspek lain murah meriah, miskin makna dan sarat dengan pesan-pesan erotisme. Disini tempat aspirasi wayang terbatas, semakin terancam dengan budaya lain yangg lebih disukai masyarakat.. Media cetak pun turut berperan dalam hal ini dengan menyajikan informasi seputar budaya daerah seperti yang dilakukan Harian Umum Pikiran Rakyat, Mangle, media lokal lainnya.
Melalui tayangan-tayangannya media massa dapat pula melakukan perubahan-perubahan terhadap suatu budaya, tapi tidak sampai mengubah inti dari budaya tersebut. Hal ini dilakukan melalui program-program yang telah mengalami modifikasi seperti Ketorak Humor, Inohong di Bojong Rangkong ataupun Lenong Rumpi, Lenong Bojah ataupun drama radio yang mengetengahkan tema kehidupan dengan latar belakang budaya nasional. Hal lain yang dapat dilakukan, misalnya menayangkan acara masak-memasak hidangan nusantara yang menghidangkan sajian khas daerah yang telah dimodifikasi bahan maupun rasanya. Diharapkan melalui cara-cara ini kelestarian budaya nasional dapat tetap dipertahankan. Media massa dapat juga mengingkatkan kesadaran masyarakat untuk kembali meng-empati kepeduliannya terhadap budaya nasional dengan cara menyajikan artikel-artikel dan informasi, yang isinya menghimbau masyarakat agar tidak melupakan akar budaya daerah masing-masing.
Masih banyak lagi yang dapat dilakukan oleh media massa untuk meningkatkan kesadaran akan kebudayaan nasionalnya. Acara-acara off air-pun dapat dilakukan oleh media massa dengan melakukan peliputan terhadap kegiatan-kegiatan saresehan. Seminar, maupun pagelaran-pagelaran budaya yang disponsori langsung oleh media massa. Dengan cara ini, khalayak dapat lebih merasakan manfaat yang diberikan dari kegiatan ini.
Kesimpulan
Pertunjukkan wayang sekarang ini, meski masih dikategorikan eksis, tapi juga mengkhawatirkan. Hal ini nampak jelas bila dibandingkan antara pertunjukkan wayang jaman dulu dan pertunjukkan wayang sekarang. Pertunjukkan wayang sekarang cenderung keluar dari skenario, pesan moral yang seharusnya tersirat jelas dalam setiap adegan pementasan sekarang nampak mulai kabur. Wayang yang pada awalnya merupakan tontonan dan tuntunan, sekarang mengalami penurunan kualitas bobot pesan moral. Hal ini disebabkan karena banyak dalang sekarang yang dikategorikan sebagai dalang nakal , dalang yang dimaksud adalah dalang yang bicaranya kasar dan rusuh, bahkan mengarah pada pembicaraan dewasa. Inilah masalah yang paling sulit dipecahkan, ketika harus membangkitkan kembali seni wayang, masyarakat lebih tertarik dengan pertunjukkan wayang yang rusuh. Padahal, makna ’membangkitkan’ disini diharapkan tidak hanya bangkit dan banyak pertunjukkan wayang, tapi juga ngugemi nilai-nilai etika serta estetika dalam pertunjukkan wayang tersebut agar nilai dan pesan moral yang terkandung didalamnya